Setiap perjalanan selalu punya cerita yang menarik. Cinta,
kasih sayang, kenakalan, pengalaman, dan renungan kehidupan. Begitu rindunya
pada alam. Jujur saja tubuh ini seperti kekurangan asupan vitamin. Begitu
rindunya pada alam. Ternyata menyadarkan saya bahwa sama dengan rindu pada Sang
Pencipta.
Sepulang dari perjalanan tentu ada makna, tanda, isyarat, dan
pelajaran didapat. Masing-masing orang pasti berbeda-beda memahami dan
mencernanya. Jadi teringat kata-kata bijak pemikir Miriam Beard. Sudut pandang saya melihat sebuah perjalanan sama dengan pemikirannya.
"Perjalanan bukanlah sekedar melihat dan mengagumi pemandangan, melainkan upaya terus-menerus untuk mengubah pandangan kita akan hidup. ," -Miriam Beard-
"Dan setiap perjalanan yang saya alami ini, saya yakin banyak mengubah saya," -My Words-
Perjalanan sebelum Ramadhan ini memang sebuah
rencana lama saya dan Ririen. Semua berawal dari obrolan ringan soal destinasi
mana saja yang patut dikunjungi. Ya, salah satunya adalah Ujung Genteng,
Sukabumi. Rencana ke UG sudah ada sejak setahun lalu. Namun rencana itu belum
tercapai hingga pada akhirnya baru terwujud sebelum Ramadhan tahun 2012.
Sejujurnya, perjalanan ini awalnya hanya saya dan
Ririen yang akan ke sana. Bersama satu teman yang tinggal di Bogor, Femmy. Tapi
karena kondisi dan ada sedikit kesalahpahaman. Kemudian acara ini berubah
menjadi acara Rafting di Citarik. Rafting sebelumnya memang rencana Hanum dan
Juned.
Hitung-hitung silahturahmi Geng Payung, karena
memang sudah jarang sekali kami kumpul full team bersama racap-racapnya (baca:dibalik).
Walaupun jarang kumpul full team, tetap saja, saya dan Hanum yang paling sering
double date sama pacar masing-masing. Atau mungkin date berdua, hanya sekedar
nonton film nemenin dia. Bosan sih ketemu dia mulu, tapi kok dilakuin terus
ya..hahaha
Tapi tetap saja diantara kami, ada salah satu yang
tidak bisa ikut. Dia adalah Kenny. Kenny masih terpentok Skripsinya yang
Alhamdulillah dengan landasan yang sedikit berkerikil dan banyak lubang. Ia
mendarat dengan selamat menuju Sarjana. Walaupun saya sendiri belum tahu
hasilnya berapa, tetapi saya dan teman-teman pasti bersyukur dia bisa melewati
semua ini. (sebenarnya ada yang menarik yang ingin saya ceritakan dari sudut
pandang saya tentang Kenny, namun itu nanti masuk cerita lainnya)
Semua memang hanya rencana. Rafting masih hanya
mimpi. Tung-hitung, Hanum menghitung budget Rafting. Ternyata tidak cocok
dengan kocek kami. Maklum kami masih belajar jadi karyawan yang mengelola
manajemen keuangan masih berantakan. Banyak keinginan tapi semua harus serba
hemat dan murah.
Putar rencana dan berharap liburan ini harus
terlaksana. Karena diantara kami banyak yang penat oleh Jakarta. Khususnya saya
sendiri. Mungkin bisa dibilang paling pundung jika rencana ini sampai gagal,
hahaha. Maaf ya teman-teman. Sampai kemudian, inisiatif itu datang dari Ririen
untuk merubah rencana liburan Rafting menjadi ke UG dan menyampaikan kepada
Hanum.
Wajar saja sih, Ririen begitu niat menyampaikan itu
ke Hanum. Selain memang karena dia ingin sekali ke UG tapi juga karena saya
pundungin. Hahaha Maaf ya Rien.. Koordinasi sudah dilakukan dan persiapan
seperti penginapan dan peta rute menuju ke sana pun sudah saya persiapkan.
Teman-teman seperti biasa mempercayakannya kepada saya.
Ya walaupun sebenarnya sih semua modal keyakinan saya
saja, pasti akan sampai sana. Dan teman-teman memang dengan gampang mempercayai
saya. Padahal musyrik tuh prercaya saya. Hahaha.. Dalam setiap perjalanan saya
berkeyakinan dimana masih di Bumi Allah, masih ada jalan untuk pulang ke rumah.
Tapi jangan dulu pulang ke rumahMu ya Allah, kami belum siap ya Allah. hehe :D
Seperti biasa, detik-detik menuju hari H. Saya
berinisiatif bertanya kepada teman-teman soal perizinan. Karena secara tidak
langsung saya pemimpin perjalanan dari soal rute dan penginapan teman-teman
mengandalkan saya. Pertama kali yang konfirmasi sudah mendapat izin adalah Lia.
Sayang Tiar atau Bebe, panggilan sayang kami, *loh tidak bisa ikut kali ini.
Karena masih UAS di hari Jumatnya.
Sedangkan, Hanum karena anak kostan pasti dia bebas-bebas
saja berpergian. Otomatis Bundonya itu memberi izin. Karena ia juga termasuk
yang ingin berlibur sebelum Ramadhan. Walaupun di hari minggunya ia dapat
kerjaan dari Bos. Tapi tidak menyurutkan kepetakilannya. Begitu juga Ail, pacar saya, hehe tuing-tuing..
berhasil saya bujuk untuk ikut. Ya walaupun agak susah juga. Mengingat dia
bukan cowok adventure tapi cowok kasur. Tapi menyenangkan dia bisa ikut di
antara banyaknya perjalanan saya kali ini.
Perizinan di detik-detik hari H menyisakan satu
orang yang belum juga izin. Yaitu Ririen yang kemudian mendapat izin bersyarat
karena Ayah dan Adiknya sedang pergi keluar kota. Kami pun harus menjemputnya
ke Tambun, daerah pedalaman Bekasi *lebay.
Sebenarnya permasalahan perizinan mungkin saya yang
paling kacau. Karena sampai hari H saya belum izin juga. Mungkin perilaku ini
karena kebiasaan kalau liputan, tiba-tiba izin ke orang tua di malam sebelum
hari H. Malah kebablasan nggak izin. Walhasil Mama mungkin panik nelponin saya
tapi BB nggak aktif. Sampai Bagas pun ikut kelimpungan. Nggak lagi-lagi
diulangin nih. Soalnya di telpon Mama sempet ngancem mau lapor polisi anaknya
hilang, weleh-weleh, gawat, nanti bisa masuk baris iklan anak hilang di
koran-koran..
Jackpot Pertama
Setelah perizinan kelar, berlanjut ke hari H
perjalanan kami pun dimulai. Hari itu, hari Jumat 13 Juli 2012. Hari aktivitas
kerja masih berlangsung. Kami berencana berkumpul di kostan Hanum tepatnya di
Tebet. Karena harus menjemput Ririen. Saya dan Hanum pun berusaha mengerjakan
deadline sebelum jam 19.00 malam. Mengingat hanya saya dan Hanum yang bekerja
menjadi kuli tinta.
Lia berangkat lebih sore. Karena dia takut naik
angkot malem-malem kalau bareng saya. Padahal kurang bodyguard apa saya. Bisa
jaga dia di malam hari. Hehehe. Sampai di kostan Hanum duluan, Lia pun seperti
induk hamster yang memamah biak. Makanan persediaan bulan puasa hanum, mungkin,
disikat habis Lia. Bahkan isi kulkasnya pun juga. Maklum saja Lia menunggu
Hanum dan saya lumayan lama.
Rencana mengerjakan laporan lebih cepat pun hanya
angan-angan saja. Hanum bisa menyelesaikan pekerjaannya setelah jam 19.00.
Maklum bosnya itu menahannya pulang. Lalu giliran saya, yang masih menunggu
jawaban Narsum yang ternyata sudah dijawab dari siang hari. Bodohnya saya tidak
mengecek ke bawah replyan Narsum. Hingga larut malam saya pun masih
menghubunginya. Beruntung dia seorang dokter yang baik dan sabar. Saya pun
diberitahu bahwa ia sudah membalas sejak siang hari.
Bodohnya saya, kata itu terucap berulang-ulang
kali selama perjalanan menuju rumah
Ririen. walhasil saya ketak-ketik, mijet-mijet gregetan dengan BB saya sendiri
melihat email dan mengeditnya untuk segera dikirim.
Sebelum kami berangkat menuju rumah Ririen. Kami
full team dengan kloter terakhir Ail sampai kostan Hanum berkumpul pukul 21.00
malam. Kemudian karena Hanum merengek minta makan, kami pun makan di Tebet,
tempat makan favorit anak kostan, Internet, Indomie Telur Kornet. Tepatnya pada
pukul 23.00 malam kami pun berangkat ke rumah Ririen di Tambun.
Di perjalanan itu seperti saya bilang di atas, saya
disibukkan dengan ketak-ketik BB. Sampai-sampai sempat saya minta tolong Lia
untuk menggunakan SIInya. Gara-gara Lia melihat layar SIInya itu, ia terpancing
merasa mual. Ya jackpot pertama pun dimulai. Kira-kira di daerah Bekasi Timur,
masih di jalur Kalimalang, Lia Jackpot.
Avanzano pun dipinggirkan Juned. Lia saya temani ke
luar mencari tempat di pinggir jalan untuk Jackpot. Srooottt… sontak saya kaget
dan mengernyit.. Keluarlah isi makanan di perut Lia semua. Makanan yang sudah
digigiti cacing di perutnya. Hampir setengah kresek kurang, muntahan Lia
terburai di dalam kresek bening yang saya pegangin. Mengerti kemauannya, tolak
angin saya belikan untuknya. Dari situ pun perjalanan Jackpot Lia dimulai..
Setelah mencari-cari jalan menuju rumah Ririen.
Akhirnya sampai juga kami di rumahnya. Saya dan Hanum membuka pagar rumahnya,
mungkin itu pertanda buat Ririen setelah menunggu lama, akhirnya kami sampai
juga. Dengan muka sudah ngantuk karena menunggu terlalu lama. Ririen masuk ke
dalam mobil bersama Hanum di jok belakang. Saya dan Lia di tengah. Juned
sebagai pilot dan ail co-pilot yang sering molor. Zzzzz Dan akhirnya perjalanan
kami pun siap membuat ceritanya.
Jackpot Kedua
Di perjalanan, Lia masih termenung merasakan rasa
mualnya sendiri. Sampai-sampai ia berkali-kali berkelakar sendiri. “Mau pulang
ke Kalisari..Kalisari..,” celotehnya. Tentu saja, kami pun tidak mau Lia pulang
ke Kalisari. Kami menyemangatinya, agar bisa menikmati perjalanan ini dan
menahan rasa mualnya dengan mengobrol. Tega sih ya, tapi itu pantas-pantas aja
buatnya. Hahaha..
Karena Lia mual dan tak tahan goncangan. Kami
sepakat beristirahat di Rest Area Cibubur. Hitung-hitung sekalian membeli
beberapa perbekalan selama di perjalanan. Lia beristirahat sendiri di Avanza
dan kami berbelanja. Kemudian, perjalanan pun berlanjut, Juned menekan gas
Avanzanonya melaju ke arah papan hijau rute Ciawi Bogor.
Saya berinisiatif mengambil rute Jakarta – Ciawi –
Cicurug – Cibadak – Sukabumi - Lengkong - Jampang Tengah - Jampang Kulon -
Surade -Ujung Genteng. Jalanan cukup lancar, mengingat kami benar-benar
berangkat kurang lebih pukul 02.00 pagi. Ketika sampai di jalan raya Cibadak
yang cukup berliku-liku. Lia kembali merasa ingin muntah. Tapi kali ini ia
hanya menahannya dengan tiduran di bangku tengah. Sedangkan kami bertiga
berhimpit-himpitan duduk di belakang.
Sepertinya Lia serius mengeluh ingin muntah dan kami
tidak begitu memperhatikannya. Tanpa diduga-duga, Buuuurrrrrr... Lia seperti
mbah dukun saja, ia memuntahkan isi makanannya lagi. Sontak, Hanum dan Ririen
pun mundur ke belakang, takut kena semburannya. Hanya saya yang tanggap
menghampirinya hingga duduk di sampingnya sambil ngelapin bekas muntahannya.
Dan sempat lagi-lagi mencium bau muntahnya. Kali ini saya benar-benar ingin
ikut muntah rasanya, tetapi saya tahan, karena kalau saya Jackpot nanti siapa
navigator yang diandalkan. Jackpot kedua sudah beres. Perjalanan pun berlanjut
menyusuri jalan raya Cibadak dan Pelabuhan Ratu.
Jackpot Ketiga
Beriringan dengan Jackpot ketiga Lia yang tidak
terlalu parah. Saya sempat bingung ingin lurus ke Bandung atau belok kanan arah
ke Sukabumi dan Pelabuhan Ratu. Sambil menimbang-nimbang ambil arah mana.
Avanzano melipir dan Lia membawa kresek yang masih ready stok. Sepertinya sisa
muntahan Lia sudah keluar semua. Ia pun merasa sedikit enakan tapi masih
sedikit keliyengan, ungkapnya. Avanzano pun memutar arah berbelok ke palang arah tertulis
Sukabumi dan Pelabuhan Ratu.
Melalui rute arah tersebut, tak terasa jarum jam sudah
hampir menunjukkan waktu sholat Subuh. Kami akhirnya berhenti di sebuah masjid
kecil, sekedar beristirahat sejenak dan merebahkan segala kelelahan kepada Sang
Pencipta. Perjalanan berlanjut, kota Sukabumi sudah terlihat. Dimulailah kami
menyusuri daerah Lengkong-Jampang Tengah-Jampang Kulon yang tracknya cukup
terjal dan berkelok-kelok. Tapi jalanannya sudah cukup baik karena sudah
beraspal. Mungkin perbaikan dilakukan karena banyaknya turis yang datang ke
Ujung Genteng.

Rasa kantuk dan bosan karena tidak kunjung sampai
pun menghinggapi kami. Saking bosannya sang Supir Juned pun merasa pusing,
karena jalanan yang terjal dan berkelok. Segera kami beristirahat di Saung
sederhana pinggir jalan masih di derah Lengkong. Dengan berbekal Lontong plus
sambal buatan Emaknya Ririen, jelly buatan Hanum, ngeteh buatan si Ibu Saung
dan sedikit cemilan kacang. Kami merebahkan badan sejenak sambil bersenda gurau
seraya mengobati badan yang lelah ini.
Kurang lebih 1 jam kami beristirahat. Saat itu pukul
08.00 pagi, kami melanjutkan perjalanan yang masih panjaang sekali. Karena
jujur agak sedikit pusing di jalan dengan palang-palang jarak berapa meter
Ujung Genteng dapat ditempuh. Teman-teman yang lain begitu memperhatikan.
Justru saya tidak terlalu melihat angka-angka itu. Tepatnya pukul 10.00 kami
tiba di gapura selamat datang tempat wisata Ujung Genteng.
Barisan pohon kelapa sudah tampak dipelupuk mata.
Banyak, tinggi, dan melambai-melambai dengan nyiurnya. Seraya memanggil kami
untuk bermain bersama semilir anginnya. Merasa kegirangan kami pun senang bisa
melihat pantai yang sepertinya sudah cukup dekat. Namun itu ternyata hanya
fatamorgana. Pantai masih sangat jauh. Begitu juga dengan penginapan.
Kurang lebih 1 jam, akhirnya kami memasuki peisir
pantai. Rumah-rumah dan pondok-pondok penginapan pun sudah tampak. Penginapan
pertama yang masuk daftar ceklist kami adalah Dewi Sari Bunga. Tempatnya di
pinggir jalan. Masih sedikit berjalan kaki jika ingin ke pantai. Kamarnya pun
sederhana dengan kasur muat berempat, kipas angin dan kamar mandi di dalam.
Saya dan Hanum bertanya kepada pemilik penginapan tersebut dan mematok harga
Rp. 75 ribu/malam. Sangat-sangat murah.
Sebelum memutuskan penginapan mana yang akan kami
"tiduri". Kami ingin melihat penginapan daftar kedua kami yaitu
Pondok Hexa. Penginapan itu terletak sebelum Dewi Sari Bunga. Tetapi masih
harus masuk ke pesisir pantai. Pondok Hexa tempat yang nyaman untuk
beristirahat. Walau pun sempat salah jalan menuju pondok tersebut.Yaitu kami
berhasil mengobrak-abrik kawanan entok yang sedang kawin.
Tak sabar melangkahkan kaki dan menghirup sari-sari
keindahan pesisir pantai Ujung Genteng. Kami sepakat menginap di Kamar Kelas
Kerang dengan fasilitas ranjang dan kasur tidur muat berempat, AC, DVD player,
dan kamar mandi di dalamnya. Seharga Rp. 250 ribu/malam. Kami mengambil dua
kamar kelas Kerang. Sehingga total yang kami bayar sebesar Rp. 500 ribu/malam.
Sebenarnya penginapan kami menurut saya sangat mewah. Tapi sepadan dengan
suguhan keindahan alam pantai Ujung Genteng.