Selasa, 07 Juni 2011

Terapi Rematik Artritis

Namanya Eva Febriyanti (18) yang bercerita mengenai penyakitnya yaitu rematik artritis. Pelajar SMA ini terdiagnosis penyakit artritis rematoid sekitar tiga tahun yang lalu. Pada waktu itu, yang pertama kali ia rasakan tiba-tiba kaki dan tangan bengkak. Jika ia berjalan dan digerakkan terasa sakit sekali. Kemudian, orang tua Eva membawanya berkonsultasi ke beberapa dokter. Hasilnya menunjukkan perbedaan antara satu dokter dengan yang lain. Bahkan, ada yang menyarankan harus dioperasi, karena ada masalah dengan kelenjarnya.

“Kemudian saya mencoba periksa ke rumah sakit lain dan diminta periksa darah karena takutnya Lupus,” tuturnya. Setelah mendapatkan hasilnya, dokter di Rumah Sakit tersebut menyarankannya untuk bertemu dengan dr. Rachmat Gunadi Wachjudi, Sp.PD-KR  di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung.

Sontak pada waktu itu, ia merasa kaget dan drop. “Karena saya tidak tahu penyakit apa yang saya derita,”ujarnya. Rasa sakitnya, sangat menganggu aktifitasnya sehari-hari. Ia hanya bisa melakukan sholat dalam keadaan duduk, karena ia tidak bisa sujud atau duduk diantara dua sujud. Jalan pun harus perlahan-lahan tidak bisa cepat. Banyak teman-temannya yang mengatakan bahwa cara berjalan Eva aneh.

Jika menuruni tangga, ia harus menggunakan bokong karena tidak bisa menekuk kaki. “Yang sangat menyiksa adalah badan akan terasa sakit dan kaku pada pagi hari ketika bangun tidur dan jam 6 sore, dimana persendian terasa sakit sekali,” terangnya.

Ketika berobat di dr. Rahmat, Eva diberitahu mengenai uji klinis Tocilizumab. Pengobatan reumatoid artritis baru dari PT. Roche Indonesia. “Langsung saja saya tertarik dan setuju untuk mengikuti uji klinis ini, karena saya pengen cepat sembuh,” katanya. Terus terang, Eva merasa frustasi, karena penyakit ini dan ia ingin bisa kembali beraktifitas seperti dulu.

Setelah menjalani infus yang pertama, Eva merasakan perubahan yang sangat baik. Sekarang ia sudah bisa jongkok dan rukuk ketika sholat. Pembengkakan serta rasa sakitnya pun sudah mulai berkurang. Setelah infus yang kedua, akan memasuki infus ketiga, Eva sudah bisa naik turun tangga dan berjalan dengan normal. “Saya bersyukur telah mengikuti uji klinis ini, karena saya ingin kembali normal seperti teman-teman yang lain dan melakukan berbagai aktifitas,” ucapnya penuh syukur. Eva berharap, mudah-mudahan obat ini dapat membantunya, dan juga pasien artritis reumatoid lainnya.

***

Disamping itu, dr. Predy Setiawan, Head of Medical Management, PT. Roche Indonesia, menjelaskan melalui pesan email (20/05) bahwa penyakit artritis reumatoid merupakan termasuk salah satu penyakit yang sulit diobati. Penderitanya pun terbilang banyak. Jika kambuh, penderita tak bisa melakukan aktifitas sehari-hari. Bahkan, bisa membuat orang terbaring seharian di kamar tidur. Untuk menerapinya, para dokter cenderung melakukan bedah dengan mengeluarkan cairan di persendian. Namun, cara ini tak menyelesaikan masalah, karena sewaktu-waktu penyakit itu kambuh kembali.
Adapula yang dilakukan dengan bedah dengan menggantikan daerah yang rusak. Namun, biayanya yang mahal. Sehingga banyak dokter memilih cara terapi dengan obat-obatan. Beberapa obat rematik sudah diciptakan. Salah satunya yang terbaru adalah tocilizumab. “Obat ini telah dipasarkan diluar negeri  (Eropa, US, Canada, Negara-negara di Asia Pasifik), Di Indonesia, obat ini  sedang dalam proses registrasi BPOM untuk dipasarkan,” tuturnya.

dr. Predy menambahkan pula, bahwa saat ini juga sedang dilakukan  uji klinis fase IIIB untuk memberikan kesempatan pada pasien-pasien reumatoid arthritis derajat sedang dan berat. Di Indonesia mendapat terapi lebih cepat dengan obat ini sebelum obat ini dipasarkan.
Studi klinis di luar negeri yang telah dilakukan oleh para dokter adalah menggunakan metode Mixed Treatment Comparisons. Metode ini membandingkan antara Tocilizumab dengan pengobatan standard yang ada pada saat ini (Methotroxate). “Hasilnya respon keseluruhan dari Tocilizumab menunjukkan hasil yang signifikan lebih baik dari obat biologis yang ada sebelumnya,” jelasnya. Selain itu, obat ini ditunjukkan kepada lebih banyak pasien yang mencapai perbaikan ACR 70 yang lebih tinggi dengan terapi Tocilizumab. ACR merupakan kriteria pengukuran keberhasilan terapi menurut American College of Rheumatology (ACR) adalah ACR20, ACR50, ACR70% perbaikan.

Metode ini berjudul Indirect Comparison of Tocilizumab and Other Biologic Agents in Patients with Reumatoid Arthritis and Inadequate Response to Disease-Modifying Antirheumatic Drugs. Uji klinis ini diterima oleh Badan POM Eropa, yaitu EMEA, Global Consensus Initiative for Outcome Measures in Rheumatology (OMERACT) dan Badan Asuransi Kesehatan di Perancis, UK, dan Canada.

Berbeda dengan uji klinis di Indonesia yang dilakukan pada 5 pusat, yaitu RSCM Jakarta, RSHS Bandung, RS Syaiful Anwar Malang, RS Soetomo Surabaya, RS Sardjito Yogyakarta. Menurut dr. Predy, uji klinis ini mendapatkan sambutan yang baik dari para ahli reumatologi. Pasien artritis reumatoid pun ikut serta dalam penelitian ini, karena Tocilizumab menunjukkan efikasi yang baik. Sehingga bekerja cepat dalam menurunkan peradangan yang diderita  oleh pasien artritis reumatoid.

Uji klinis ini memberi kesempatan pada 40 pasien artritis reumatoid yang termasuk pada kategori sedang dan berat. Serta memenuhi kriteria yang sudah diterapkan (kriteria inklusi) tertentu untuk mendapat terapi Tocilizumab selama 6 bulan. “Saat ini sudah ada 25 pasien yang ikut serta dalam uji klinis ini, dan masih akan merekrut pasien lagi,” ungkapnya.

dr. Predy menjelaskan Tocilizumab bekerja di dalam tubuh pasien yang terdapat protein yang berperan kunci dalam reaksi peradangan. Obat ini akan menimbulkan keluhan-keluhan sistemik, seperti kelelahan, anemia, dan lain sebagainya pada pasien artritis reumatoid, yaitu Interleukin-6 (IL-6). Mekanisme kerja obat ini dengan memblok reseptor IL-6. Ketika Tocilizumab berikatan dengan reseptor IL-6, obat ini memblok proses sinyal dan aktivasi gen oleh interleukin-6. Sehingga reaksi peradangan dan keluhan-keluhan sistemik pada pasien artritis reumatoid dapat diatasi.
Efek samping Tocilizumab yang dapat terjadi pada tahap ringan dan sedang. “Tocilizumab mempunyai profil keamanan yang baik,” ujarnya. Efek sampingnya antara lain infeksi saluran nafas atas, seperti batuk dan flu yang terjadi pada 1 dari 10 pasien. Selanjutnya, kemungkinan efek samping lainnya, bisa terjadi pada 1 sampai 10 pasien dari 100 pasien. Misalnya infeksi paru (pneumonia), infeksi herpes simplex mulut atau kulit, infeksi kulit dengan demam dan gemetar, neutropenia yaitu keadaan kadar neutriphil turun, leucopenia yaitu leukosit turun, kenaikan kadar kolesterol, sakit kepala, pusing, tekanan darah tinggi, sariawan, nyeri perut, SGPT meningkat, kulit merah gatal, oedema di kaki bawah, batuk, sesak, kenaikan berat badan dan infeksi mata (conjunctivitis).

Keampuhan dan keunggulan Tocilizumab ini diakui oleh dr. Predy adalah efikasi yang tinggi dan tingkat remisi yang konsisten. Selain itu, obat ini dapat dikombinasi dengan methotrexate (MTX) atau DMARDs konvensional lainnya pada kasus pasien yang tidak dapat mentolerasin terhadap satu atau lebih DMARD sebelumnya atau sebagai monoterapi pada pasien yang intoleransi MTX atau bila MTX tidak bisa dilanjutkan pemberiannya.

DMARD (Disease modifying arthritis rheumatoid drugs) konvensional, yaitu obat perubah perjalanan penyakit arthritis reumatoid yang konvensional seperti methotrexate. Pengobatan monotheraphy adalah pengobatan hanya pemberian satu obat (Tocilizumab) tanpa di kombinasi dengan MTX, karena ada beberapa kasus pemberian obat MTX dapat membuat pasien mengalami kerontokan rambut, nyeri lambung dan fungsi liver terganggu.

 “Semakin lama obat tersebut diberikan, maka semakin cepat efikasinya dan respon klinis yang cepat,” tuturnya. Perlu diketahui, obat ini juga menghambat kerusakan sendi secara baik, dan mengatasi keluhan sistemik pasien artritis reumatoid seperti kelelahan dan anemia.

Tocilizumab ini terindikasi untuk pasien dewasa artritis reumatoid aktif derajat sedang sampai berat. Obat ini akan memberikan hasil yang baik pada pasien artritis dengan peradangan yang berat (hot rheumatoid arthritis). Selain itu juga dengan gejala sistemik yang berat.

Remisi Tocilizumab bila dikombinasikan dengan DMARD konvensional, setelah diberikan 6 bulan adalah 30.6%. Presentasi ini 10 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang hanya diberikan DMARD konvensional. dr. Predy mengatakan bahwa bila diberikan secara monoterapi, maka remisi sesudah diberikan selama 6 bulan adalaha 33.6%. Presentasi ini, 3 kali lebih besar dibandingkan dengan pasien yang hanya diberikan DMARD konvensional (MTX). “Bila dibandingkan dengan obat-obat biologis lain, respon keseluruhan dari Tocilizumab menunjukkan hasil yang signifikan lebih baik dari obat biologis yang ada sebelumnya,” paparnya. Obat ini pun masih dalam proses regristasi BPOM.

22 komentar:

Unknown mengatakan...

Selamat malam..mohon informasinya apakah dengan infus yg d maksud . Apakah bisa sembuh total. Saat ini saya sudah minum mtx 8 butir perminggu.Terima kasih banyak

Tabib Sendi mengatakan...

Penyakit-penyakit autoimun, termasuk lupus, diabetes tipe 1 dan artritis reumatoid sampai saat ini baru dapat dikelola sehingga mencapai remisi atau low disease activity. Pemakaian Biologic agent DMARDS termasuk Tocilizumab, dimaksudkan untuk secara cepat, tetkendali dan lebih aman dalam menurunkan aktivitas penyakit je level yang bisa ditolerir oleh pasien, sehingga ia akan kembali dapat leluasa bergerak dan memulihkan kualitas hidup yang terkait kesehatannya. Trimakasih atas pertanyaannya Bu Dewi.

firda13 mengatakan...

kalau di rumah sakit sardjito kira2 bagaimana prosedur permohonan untuk pemberian obat Tocilizumab untuk penyakit RA?

Unknown mengatakan...

Kebetulan saya hari ini 15 maret 2017 berada di klinik rematology RS sardjito. Menunggu dipriksa dr nyoman yg konon ahli remayology di sini..smg ada ptnjuk dari beliau..dan smg pnyakit saya bs disembuhkan.dan aktvtas normal lagi amin..nnti akan saya share pengalaman priksa di sini.trmakasih..salam sehat untuk kita semua

Unknown mengatakan...

Info dong mas tauvik hasil cek up nya. Saya butuh info mengenai RA. Email andriana.shoppu@gmail.com

Asta31 mengatakan...

Mas taufiq kita bisa sharing. Saya juga terkena ra. Bisa saya bertanya soal obatnya mas?

Asta31 mengatakan...

Mas taufiq kita bisa sharing. Saya juga terkena ra. Bisa saya bertanya soal obatnya mas?

Unknown mengatakan...

Ada gak perubahan stlh ibu minum mtx?

Unknown mengatakan...

Ada gak perubahan stlh ibu minum mtx?

Unknown mengatakan...

Ibu saya juga trkena ra sudah 7tahun. Sudah menjalanin terapi di RSCM, belum ada perubahan dan makin hari makin drop. Ada gak info yg bs di sharing ke saya, sebelum ny tq

Unknown mengatakan...

Salam...
Boleh tau apakah obat utk RA bisa di dapat dengan bebas d apotik ataukah harus dgn resep dokter. Mohon informasinya. Ibu saya skrg berusia 64thn sementara menderita dgn sakit RA. Sy dri timur kota Maluku blm ada dokter rematology...mohon bantuannya y

Unknown mengatakan...

Mohon infonya obatnya donk
Aq didiagnosa Ra,

Unknown mengatakan...

coba qnc jeli gamat di shoope ada saya RA sdh 17 thn

Unknown mengatakan...

Tolong dong infonya teman2 yang sudah sembuh RA. Saya kena RA dan tambah hari tambah ngedrop.

Unknown mengatakan...

Tolong dong infonya teman2 yg sudah sembuh RA. Saya kena RA dan tambah hari tambah ngedrop.

Unknown mengatakan...

saya jg di vonis RA sejak 2007 sampai skrg aktfitas terbatas semakin hari semakin drop dgn dkrg dlm kondisi hamil. ada kh pengalaman untuk mengatasi nyeri tanpa obat..karena bumil tdk bs sembarang konsumsi obat.Trims

Unknown mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

Beliny Diman

? Aturan pakainya spt apa

Unknown mengatakan...

Di rs mana yg di jakarta yg bisa infus tosilizumad nya

Unknown mengatakan...

Saya didiagnosa terkena penyakit ra,apakah obatnya dijual bebas? Biasanya penyembuhannya untuk berapa lama? Sy mengidap penyakit ini baru baru ini

Unknown mengatakan...

Apa ada yg udah pernah terapi tocilizumad berapa ya harga sekali infus

Unknown mengatakan...

Sudah cek darah belum. Sebenernya obat-obatan gak terlalu ngefek ya lebih baik terapi suntik sihh

Posting Komentar

 
;